Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah mulai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa hal baru yang dianggap menjadi sorotan penting mengenai metode dan alat yang dapat mendukung ilmu pengetahuan saat ini. Salah satunya adalah bioteknologi yang mulai berkembang dalam ruang lingkup ilmu sains. Bioteknologi mulai berkembang sejak adanya penemuan baru dalam rekayasa genetika, dan alat-alat modern yang secara langsung menunjang hal tersebut. Dalam hal ini akan dikaji beberapa jurnal yang membahas hal tersebut.
Berkembangnya teknologi rekombinan DNA telah membuka peluang untuk menciptakan tanaman tahan hama melalui rekayasa genetika. Teknologi ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi konvensional, yaitu: 1). Dapat memperluas pengadaan sumber gen resisten. 2). Dapat memindahkan gen spesifik ke bagian yang spesifik pula pada tanaman; 3) Dapat menelusuri stabilitas gen yang diintroduksikan ke tanaman dalam setiap generasi tanaman; 4) memungkinkan mengintroduksi beberapa gen tertentu dalam satu event transformasi 5) dapat menelusuri dan mempelajari perilaku gen yang diintroduksi dalam lingkungan tertentu, dan lain-lain.
Menurut Amirhusin (2004), Beberapa teknik yang digunakan dalam perakitan tanaman transgenic adalah menggunakan teknik transformasi yang dikenal adalah elektroforesis, gene-gene, dan dengan mempergunakan bakteri Agrobakterium. Sel atau jaringan yang telah tertransformasi dipisahkan dari jaringan yang tidak tertransformasi untuk menghindarkan terjadinya jaringan yang dichotume.
Konfirmasi keberadaan transgen serta kestabilannya. Konfirmasi keberadaan dan integrasi transgen ini dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan Southern-blot. PCR berperan dalam menginformasikan ada atau tidaknya sekuen transgen sesuai dengan primer yang dipakai. Selain itu, Analisis dapat dilakukan dengan dot-blot (ELISA) maupun Western-blot (Amirhusin, 2004). Berbagai maetode tersebut dikembalikan pada tujuan dari penelitian yang akan digunakan.
Jurnal diatas menunjukan beberapa metode yang bisa digunakan dalam membantu pengembangan bioteknologi yang ada. Adanya beberapa metode yang dikembangkan itulah yang menjadikan ilmu bioteknologi bisa diterapkan dalam berbagai hal yang di inginkan. Hal tersebut didukung oleh jurnal yang juga dilakukan dalam penelitian dan upaya pengembanagn tanaman transgenic.
Dalam upaya perbaikan tanaman transgenic, akan dilakukan teknik penyilangan antara tanaman transgenik dan galur elit untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan hama. Selain itu, untuk mendapatkan jenis tanaman yang mempunyai sifat agronomi. Maka dari itu, untuk memanfaatkan perkembangan teknologi digunakan teknik molekuler guna dengan menyeleksi keturunan dari tanaman transgenik, Seperti seleksi restriction fragment length polymorphism (RFLP), dan random amplified polymorphic DNA-PCR (RAPD-PCR). Adanya pemuliaan diharapkan agar mendapatkan tanaman transgenik yang mampu bersaing dengan tanaman nontransgenik. (Amirhusin,2004).
Salah satu contoh tanaman transgenic adalah tanaman kapas. Dalam metode pembuatanya dimulai dengan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan pengambilan pada titik Sembilan yang akan dihomogenkan . setelah itu dilakukan dengan ekstraksi DNA yang menggunakan ULTRA cleantm soil DNA isolation kit untuk di amplifikasi sebanyak 1 ml sebagai bahan isolat yang akan dimasukan ke dalam tabung PCR. Setelah dilaukan dengan metode PCR, hasil gen yang di dapatkan akan di klon ke dalam plasmid untuk ditransformasikan ke dalam E.coli. Hasil koloni yang di dapatkan akan diambil sampelnya secara acak untuk diamplifikasi dengan PCR. Hasil dari PCR akan dilakukan pemotongan menggunakan enzim restiksi. Pemotongan ini dilakukan untuk membuat spesifikasi terhadap tanaman hasil transgenic dan tanaman non transgenic (Yusuf, 2002).
Berdasarkan hasil Isolasi DNA genomik telah berhasil diisolasi dari empat galur kapang yaitu M. sitophila, R. oryzae, R. microsporus, dan A. corymbifera. DNA hasil isolasi. Rasio serapan A260/280 ≥ 1,80 menunjukkan bahwa DNA murni dari protein sedangkan rasio A260/230 ≥ 1,00 menunjukkan bahwa DNA murni dari polisakarida (Molleret al., 1992; Cote et al., 2004). Keempat DNA kapang tersebut memiliki rasio A260/230 diatas satu yang menunjukkan bahwa DNA telah berhasil dimurnikan dari polisakarida. Prosedur ini memiliki tingkat konsistensi yang tinggi, sehingga percobaan ulangan selalu memberikan hasil isolasi yang konsisten (Putranto, 2006). Hasil dari isolasi yang di dapatkan akan diambil sampel sesuai dengan sampel yang diinginkan, sehingga dalam pengambilan sampel tersebut perlu teknik khusus sebagaimana kemurnian DNA yang di inginkan agar tidak tercampur dengan materi genetik yang lainya.
Tahap isolasi maupun ampikasi dipakai sesuai kebuthan dan tujuan diadakanya isolasi ataupun ampifikasi. Tahap pembacaan DNA adalah dengan cara ampifikasi. Teknik ini digunakan untuk pembacaan setelah diadakan isolasi. Biasanya Amplifikasi menggunakan metode PCR. Menurut (Putranto, 2006), Amplifikasi DNA keempat galur kapang diuji dengan pasangan primer RLP hanya menghasilkan fragmen DNA pada DNA R. oryzae dan A. corymbifera (Gambar 3.). Sekuensing kedua amplikon R. oryzae dan A. corymbifera telah berhasil dilakukan. Sekuen protein selanjutnya disebut AcLIP dan RoLIP. Hasil analisis BLASTx menunjukkan bahwa kedua protein tersebut memiliki homologi tinggi.
Pada umumnya ampifikasi menggunakan PCR adalah dengan ketentuan suhu yang dijelaskan Menurut purwoko (2002), Kondisi reaksi amplifikasi PCR untuk gen hormone pertumbuhan adalah sebagai berikut: satu tahap reaksi denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti dengan 30 siklus amplifikasi yang masing-masing terdiri dari: (i) denaturation pada suhu 94oC selama 45 detik, (ii) annealing pada suhu 60oC selama 45 detik, dan (iii) extension pada suhu 72oC selama 1 menit; diikuti dengan satu tahap polimerasi final pada suhu 72oC selama 5 menit. Hasil dari amplifikasi dengan menggunakan reaksi PCR langsung digunakan dalam reaksi digesti dengan menggunakan enzim restriksi. Fragmen dari gen hormon pertumbuhan lokus-2 gen hormon pertumbuhan hasil amplifikasi didigesti dengan menggunakan enzim MspI untuk mengidentifikasi situs polimorfisme MspI.
Tahapan kedua dalam mengidentifikasi polimorfisme dilakukan melalui reaksi PCR. Reaksi ini merupakan suatu metode in vitro yang berfungsi mengamplifikasi urutan DNA dari suatu kompleks DNA melalui suatu reaksi enzimatik sederhana. Urutan DNA yang diamplifikasi dengan teknik PCR adalah urutan DNA yang terletak di antara 2 bagian yang telah diketahui urutannya yang disebut sebagai primer. Adapun prinsip kerja dari PCR adalah melakukan denaturasi dari DNA template dengan memanaskan pada suhu tertentu sehingga terjadi DNA rantai tunggal, kemudian dilakukan pendinginan sampai mencapai suhu yang memungkinkan primer menempel pada tempat yang sesuai pada cetakan DNA. Selanjutnya dengan adanya enzim DNA polimerase, primer akan memanjangkan rantainya sehingga akan terbentuk DNA rantai ganda kembali. Siklus denaturasi, annealing dan extension rantai ini diulang beberapa kali sampai akhirnya tercapai sejumlah besar DNA yang diinginkan (purwoko, 2002).
Berdasarkan dari beberapa jurnal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu metode pengembangan bioteknologi adalah dengan tahap-tahap sepertihalnya isolasi DNA, isolasi DNA ini dilakukan berdasarkan tujuan dari sel atau organisme apa yang digunakan sebagai sampel untuk digunakan sebagai isolasi. Selanjutnya, dilakukan amplifikasi yang mana pembacaan menggunakan PCR dengan membuat cetakan yang akan diperbanyak sesuai dengan tujuan dan kebutuhan. Berbagai metode yang sudah berkembang inilah adanya bioteknologi akan semakin berkembang. Untuk itu diperlukan metode khusus dan keahlian yang dapat menunjang pemanfaatan bioteknologi.
Daftar Pustaka
Amirhusin, Bahagiawati. 2004. Perakitan tanaman transgenic Tahan hama.
Bogor: Jurnal Litbang Pertanian, 23(1),
Purwoko, Agus. 2003. Polimorfisme dna pada lokus-2 gen hormon pertumbuhan
sapi madura “dna polymorphism at locus-2 of growth hormone gene of
madura cattle. Surakarta: b i o d i v e r s i t a s volume 4, nomor 1
Putranto, Riza a. 2006. Karakterisasi gen penyandi lipase dari Kapang rhizopus
oryzae dan Absidia corymbifera. Bogor : Menara Perkebunan, 2006, 74(1), 23-32.
Yusuf, Muhammad. 2002. Keragaman Genetika Bakteri tanah dari Rizosfer
Kapas Transgenik dan Nontransgenik di Soppeng, Sulawesi Selatan. Makasar: Jurnal Mikrobiologi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar