21 Desember 2011

bayangmu


Kenapa aku Tak bisa melupakan bayangmu
Kau pun terus hadir dalam mimpiku
Bayangmu selalu mengganggu pandanganku
Suaramu mengusik telingaku
                Kehadiranmu yang dulu ada mengubah banyak dalam hidupku
                Kau masuk dalam segala aliran darahku
                Kenangan bersamamu menyayat perih dalam hatiku
Pernahkah kau berfikir
Rasa ini masih ada untukmu
Sedang kau sudah dengan yang lainya
Hatimupun sudah pergi bersamanya
Meski tak bisa aku pungkiri
Tapi rasa sakit ini tak bisa tertutupi
Air mata yang terus jatuh membasahi pipi membuatku tak berdaya lagi
Pernahkah kau tau
Akan rasa di hatiku
Rasa yang tak akan mampu membendung luka darimu
Rasa yang tak akan mampu melupakan masa yang lalu
                Mungkin tak selayaknya kau tau isi hatiku
                Karena aku coba melupakan semua itu
                Melupakan semua yang telah menjadi masa lalu
Dan aku menjadi sosok yang baru
Kini biarkan aku pergi membawa puing-punig cinta dalam hati
Meski sakit aku jalani
Tapi ku yakin, akan ada pengobat hati
Yang dapat menggantikan ruang langkah dalam hatiku
Menggantikan semua tentang dirimu
Menjadi yang terbaik yang aku punya
Dan menjadi cinta terindah untuk selamanya
Demi cinta dan ketulusan hati yang terus ku jaga


8 Desember 2011

PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI IBNU ARABI



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

            Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan( Ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) menuju ke tingkat tinggi, dan itu bukan hanya mengenal tuhan saja (ma’rifatullah), melainkan kesatuan wujud (Wihdatul Wujud). Tasawuf falsafi juga bisa di katakan sebagi tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran orang filsafat,
            Lahirnya tasawuf falsafi ini di mulai dari asal mula pemahaman tasawuf yang bermacam-macam, sehingga banyak yang mencari tahu untuk mengungkap-
kan pertama kali ajaran tasawuf tersebut. Yang pertama, ada yang berpendapat bahwa tasawuf itu adalah murni ajaran dari islam, bukan berasal dari non islam, dan yang kedua, ada yang berpendapat bahwa tasawuf merupakan kombinasi dari ajaran islam dan non islam, seperti nasrani, Hindu-Budha, Filsafat Barat (gnotisisme). Sedangkan yang ketiga, ada yang mengungkapkan bahwa tasawuf itu bukan dari islam atau yang lain, melainkan independent terhadap siapapun yang berkehendak mengikuti ajaran tasawuf.
            Berkembangnya tasawuf membuat orang-orang sufi menyingkap arti dari tasawuf falsafi itu seperti halnya Ibnu Al-Arobi, seorang sufi ayng berpendapat bahwa proses segala sesuatu itu berasal dari yang satu, yaitu kesatuan eksistensial (Wihdatul Wujud), dimana segala sesuatu tersebut belum ada dan belum terwujud kecuali Allah sebagi zat semata tanpa sifat dan nama, karena Allah-lah yang awal dan yang akhir, yang tiada teribaratkan atau termisalkan.






BAB II
PEMBAHASAN

 2.1 Pengertian Tasawul Falsafi
            Tasawuf mengandung arti cara atau metode untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, Sedangkan Falsafi merupakan pemikiran orang-orang filsafat.
            Jadi, tasawuf falsafi merupakan sebuah konsep tasawuf untuk mengenal Tuhan dengan pendekatan secara rasio (filsafat), hingga dapat menuju ke tingkat yang lebih tinggi.. bisa juga dikatakan tasawuf falsafi yakni, tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
            Di dalam tasawuf falsafi, metode pendekatanya sangat berbeda dengan tasawuf Sunni atau tasawuf Salafi. Kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis, sengkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis, sehingga dalam konsep-konsepo tasawuf falsafi lebih mengedepankann asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis, yang mana hal ini sulit di aplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa di katakan mustahil.
            Pada dasarnya, banyak ahli sufi yang mengartikan pemahaman tasawuf falsafi, namun dalam hal ini tasawuf pada intinya merupakan sebuah cara atau metode oleh seorang manusia dengan tujuan agar dapat lebih mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Sedangkan arti dari tasawuf falsafi sendiri merupakan sebuah konsep atau cara yang digunakan untuk mengenal Tuhan secara rasio atau akal, sehingga dapat mencapai pada tingkat tertinggi, dimana terdapat pemikiran-pemikiran dari para filsuf
Dengan kata lain pada intinya semua manusia mempunyai tujuan yang sama secara lahir dan batin untuk dapat lebih mengenal Tuhanya. Sehinnga manusia tersebut akan terus berusha melakukan apa yang menjadi keyakinan mereka terhadap pendekatan itu sendiri.


           
2.2  Latar Belakang Ibnu Araby
Ibnu Araby bernama lengkap Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Hatim. Beliau biasa dipanggil dengan nama Abu Bakar, Abu Muhammad, dan Abu Abdullah. Namun beliau terkenal dengan gelar Ibnu ‘Araby Muhyiddin dan al Hatami. Ia juga mendapat gelar sebagai Syaikhul Akbar dan Sang Kibritul Ahmar. Beliau lahir pada 17 Ramadhan  560 H / 29 Juli 1165 M di kota Marsia, yaitu ibukota Andalusia Timur.
Ibnu ‘Araby tumbuh besar di tengah-tengah keluarga sufi.  Ayahnya  tergolong seorang ahli zuhud yang sangat keras menentang hawa nafsu dan materialisme serta menyandarkan kehidupannya kepada Tuhan. Sikap demikian kelak ditanamkan kuat pada anak-anaknya, tak terkecuali Ibnu ‘Araby.

Pada tahun 568 H, keluarganya pindah dari Marsia ke Isybilia. Perpindahan inilah yang menjadi awal sejarah perubahan kehidupan intelektualisme Ibnu ’Araby, yakni kepribadian sufi, intelektualisme filosofis, fikih, dan sastra. Karena itu, tidak heran jika ia kemudian dikenal bukan saja sebagai ahli dan pakar ilmu-ilmu islam, tetapi juga ahli dalam bidang astrologi dan kosmologi. Meski Ibnu ‘Araby belajar pada banyak ulama’, seperti Abu Bakar bin Muhammad bin Khalaf al lakhmi, Abul Qosim asy Syarroth, dan Ahmad bin Abi Hamzah, Ali bin Muhammad Ibnl Haq al Isybili, Ibnu Zarqun al Anshori, dan Abdul Mun’im al Khazraji, serta belajar hadits madzhab Imam Malik dan Ibnu Hazm adz Dzahiry, namun beliau sama sekali tidak bertaklid sunnah yang berbeda dengan metode yang ditempuh para pendahulunya. Hamper seluruh penafsirannya diwarnai dengan penafsiran teosofik yang sangat cemerlang.

2.3 Kesufian Ibnu Araby
Pada perjalanan intelektualismenya, Ibnu Araby akhirnya menempuh jalan sufi (tarekat) dari beberapa syekhnya. Setidaknya, ini terlihat dari apa yang ia tulis dalam salah satu karya monumentalnya, Al-Futuhatul Makkiyah,  yang sarat dengan permasalahan sufisme dari beberapa syekh yang memiliki disiplin dalam  kehidupan duniawi, dan lebih memusatkan pada perhatian ukhrawi. Untuk kepentingan ini, ia tak jarang melanglang buana demi menuntut ilmu. Beliau menemui para tokoh arif dan jujur untuk bertukar dan menimba ilmu dari ulama tersebut. Dan dalam usia  yang sangat muda, 20 tahun, Ibnu ‘Araby telah menjadi sufi terkenal.
Menurut Ibnu Araby, tarekat sufi dibangun diatas empat cabang, yakni : Bawa’its (instrumen yang membangkitkan jiwa spiritual), Dawa’i (pilar pendorong ruhani jiwa), Akhlaq, dan hakikat-hakikat. Sementara komponen pendorongnya ada tiga hak. Pertama, hak Allah, adalah hak untuk disembah oleh hambaNya dan tidak dimusyriki sedikitpun. Kedua, hak hamba terhadap sesamanya, yakni hak untuk mencegah derita terhadap sesama, dan menciptakan kebajikan kepada mereka. Ketiga, hak hamba terhadap diri sendiri, yaitu menempuh jalan yang didalamnya kebahagiaan dan keselamatannya.
Pemikiran tasawuf Ibnu ‘Araby dipengaruhi oleh rangkaian panjang pergulatan tradisi yang melingkupi zaman dan lingkungannya. Mulai dari tradisi Timur, Hellenistik, Persia, India, Yunani, Kristen, hingga tradisi Yahudi. Tak heran, bila pemikirannya bersifat eklektis dan filosofis. Ibnu ‘Araby adalah seorang sufi dengan pemahaman yng ensiklopedis terhadap khazanah ilmu-ilmu islam.
Hampir dalam setiap bidang keilmuan dibahas oleh Ibnu ‘Araby. Mulai dari tafsir, hadits, fikih, kalam, tasawuf, dan falsafah. Tidak mengherankan jika kemudian beliau mendapat gelar Syaikh al Akbar (guru agung) dan Muhyi al Din (pembangkit agama). Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa Ibnu ‘Araby merupakan salah seorang tokoh sufi yang paling berpengaruh dalam sejarah islam sehingga James Morris, salah seorang pengkaji pemikiran Ibnu ‘Araby yang sangat intensif, mengatakan bahwa sejarah pemikiran islam setelah Ibnu ‘Araby hanyalah merupakan catatan kaki atas pemikiran-pemikirannya.

2.4 Pemikiran-Pemikiran Ibnu ‘Araby
Pengaruh Ibnu ‘Araby dalam bidang tasawuf, khususnya tasawuf falsafi, sangat luar biasa. Gagasan Ibnu ‘Araby menyebar luas dan memiliki pengikut yang tidak sedikit jumlahnya.
Menurut Ibnu ‘Araby, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh orang yang mempelajari tasawuf, yaitu : lapar, kurang tidur, tidak banyak bicara, mengisolasi diri, jujur, tawakkal, sabar, tekun, dan yakin. Sementara yang harus ditolak dalam tasawuf ada empat hal, yaitu : hasrat, dunia, nafsu, dan syetan. Tasawuf merupakan salah satu labirin dari berbagai dimensi keberagamaan. Sering dihadapkan dengan syari’at yang lebih berorientasi pada formalisme beragama, tasawuf merupakan sebuah upaya menyelami relung terdalam religiusitas.
Dalam membahas sebuah objek, Ibnu ‘araby terlebih dahulu mengklasifikasikan tentang cara-cara objek pengetahuan diperoleh. Menurutnya, ada tiga klasifikasi pengetahuan:
a.       Pengetahuan intelektual (‘ilm al aql), yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan segera atau melalui suatu penyelidikan secara demonetrasional mengikuti prosedur logis.
b.      Pengetahuan eksperensial, yaitu kesadaran akan keadaan-keadaan bathin fikiran yang hanya bisa dikomunikasikan setelah merasakan sendiri. Seorang rasionalis tidak bisa mendefinisikan keadaan-keadaan ini, dan akal juga tidak bisa dijadikan alat untuk membuktikan kebenaran keadaan ini (misalnya : manisnya madu dan nikmatnya cinta).
c.       Pengetahuan tentang yang ghaib (‘ilm al ashrar), yaitu bentuk pengetahuan intelektual yang transenden yang diraih melalui wahyu atau ilham dari ruh suci (malaikat Jibril) ke dalam pikiran. Pengetahuan ini terdiri dari dua jenis : yang bisa diterima oleh akal (melalui prosedur rasional), dan melalui prosedur spiritual.
Dalam bidang ontologi, salah satu sumbangan pemikiran Ibnu ‘Araby adalah doktrinnya tentang ketunggalan wujud atau wahdatul wujud. Yaitu sebuah pandangan bahwa tak ada wujud yang sejati, yang mutlak, yang mencakup semua wujud, kecuali Allah yang Maha Esa. Kemutlakan wujud Allah akan menenggelamkan wujud-wujud yang lain. Dengan logika ini, maka makna dari syahadat  laailaahaillallah ialah bahwa saya bersaksi tiada sesuatupun yang memiliki wujud sejati kecuali Allah. Konsekuensinya, segalanya selain Allah, termasuk manusia dan dunia, tidak benar-benar ada. Artinya semuanya itu tidak berada secara terpisah dari Allah dan sepenuhnya bergantung pada Allah. Yang selain Allah itu tampil sebagai wujud-wujud terpisah semata-mata hanya karena keterbatasan-keterbatasan persepsi manusia.
Ibnu ‘Araby dalam menjelaskan “wujud yang bergantung” ini menggunakan istilah “bayangan” dalam sebuah cermin. Gambar dalam sebuah cermin meskipun “ada” dan “kelihatan”, bagaimanapun juga ia hanyalah ilusi atau bayangan dari aktor yang bercermin. Dan ketika Sang Aktor menggunakan ribuan cermin maka bayangan Sang Aktor akan menjadi banyak, padahal hakikatnya tetaplah Satu

2.5 Kontroversi Pemahaman Ibnu Araby
Meski pemahaman Ibnu ‘Araby telah menyebar luas, tapi tak sedikit yang menilai pandangan-pandangan filsafat tasawuf Ibnu ‘Araby, terutama kaum fuqaha’ dan ahli hadits, sebagai paham yang kontroversial. Sebut saja, misalnya, teorinya tentang Wahdatul Wujud yang dianggap condong pada pantheisme. Salah satu sebabnya adalah lantaran dalam karya-karya Ibnu ‘Araby banyak menggunakan bahasa-bahasa simbolik yang sulit dimengerti khususnya kalangan awam. Karenanya, tidak sedikit yang menganggap Ibnu ‘Araby telah kufur, misalnya Ibnu Taimiyah dan beberapa pengikutnya yang menilainya sebagai “kafir”. Memang pada akhirnya, Ibnu Taimiyah menerima pandangan Ibnu ‘Araby setelah bertemu dengan Taqiyyudin  Ibnu ‘Athaillah as Sakandari asy Syadzili di sebuah masjid di Kairo, yang menjelaskan makna-makna metafora Ibnu ‘Araby, dan mengatakan bahwa yang sesat itu adalah pandangan pengikut Ibnu Araby yang tidak memahami makna sebenarnya dari ajaran Ibnu Araby.


BAB III
PENYELESAIAN MASALAH

3.1 Wahdatul Wujud
Selama ini sering rancu apakah Wahdatul Wujud itu sama dengan Pantheisme. Konsep Wahdatul Wujud menyatakan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang mempunyai wujud yang hakiki atau mutlak kecuali Allah. Wujud Mutlak adalah wujud yang keberadaannya independen (tidak bergantung pada apapun), tidak berawal, tidak membutuhkan wujud lain untuk membuatNya berawal (karena Dia memang tidak berawal). Adanya Wujud Mutlak ini ialah keniscayaan bagi keberadaan wujud-wujud lain yang berawal. Alam semesta dan segala sesuatu selain Allah adalah wujud yang tidak hakiki, karena keberadaannya tergantung kepada Wujud Mutlak.
Oleh para sufi segala wujud selain Allah itu disebut wujud al mukmin. Berbeda dengan Wujud Mutlak, wujud al mukmin ini adalah wujud yang berawal, artinya baru ada pada waktu awal tertentu. Misalnya alam semesta yang baru ada pada saat Big Bang(terjadinya ledakan besar, yaitu yang dianggap awal mula terjadinya bumi oleh para ilmuwan), yang oleh para kosmolog diperkirakan terjadi 10 milyar tahun yang lalu. Oleh karena itu, alam semesta ialah wujud al mukmin, karena keberadaannya diwujudkan (maujud) oleh Allah.
Harus dipahami bahwa paham Ibnu ‘Araby ini tidak menyamakan segala sesuatu yang tampak sebagai bukan Allah itu dengan Allah. Sebab jika kita misalnya mengatakan bahwa manusia adalah Allah dan Allah adalah manusia, maka kita akan jelas-jelas terjebak ke dalam Pantheisme. Menurut Ibnu ‘Araby, keterbatasan persepsi manusia telah gagal untuk melihat kaitan intregal antara keberadaan selain Allah dengan keberadaan Allah sendiri.
Jelas ada perbedaan prinsipil antara Wahdatul Wujud dengan Pantheisme. Pantheisme menganggap bahwa wujud Tuhan itu bersatu dengan wujud makhluk, sedangkan Wahdatul Wujud menganggap bahwa wujud Tuhan itu terpisah dari wujud  makhluk. Jadi, bagi penganut Pantheisme, wujud Tuhan itu tidak ada, karena Tuhan adalah alam, dan alam adalah Tuhan. Jelas dari sisi logika maupun dalil kepercayaan Pantheisme ini adalah sesat.
Doktrin wahdatul wujud Ibnu ‘Araby bersifat monorealistik, yakni menegaskan ketunggalan yang ada dan mengada (tauhid wujudi). Teori Wahdatul Wujud menekankan pada unitas wujud yang hadir pada segala sesuatu yang disebut sebagai maujud. Tuhan berwujud, manusia berwujud, benda-benda mati berwujud, dsb. Maka akan timbul pertanyaan, apa yang membedakan antara wujud Tuhan dengan wujud selainnya ?
Untuk menjawab persoalan yang dikenal dengan istilah problem multiplisitas dengan unitas wujudiyah yang menerangkan tentang dua perkara yang cukup fundamental. Pertama, ada yang disebut dengan istilah maujud murakkab, dimana keberadaan entitas tersebut bergantung pada unsur-unsur pokoknya. Segala sesuatu yang masuk dalam kategori ini pasti akan terbatas. Kedua, maujud Basit, dimana jenis wujudnya tak pernah bergantung pada unsur-unsur. Karenanya Ia tidak pernah terbatas. Wujud ini (maujud Basit) hanya milik Allah SWT saja, dimana wujudnya merupakan maujudnya itu sendiri.
Menurut Ibnu Araby, tahap tertinggi yang bisa dicapai manusia adalah pengalaman langsung (dzauq).  Ibnu Araby memandang pengalaman langsung sebagai tujuan tertingginya. Menurutnya, saat mencapai tahap tersebut, jiwa berarti telah mencapai kondisi peniadaan-diri (fana’). Dan pada saat itulah ia akan mampu secara visual menyaksikan kesatuan segala sesuatu, yaitu kesatuan antara Yang Mencipta dengan yang dicipta, dan Yang Abadi dengan yang binasa.

3.2 Karya-Karya Ibnu Araby
Ibnu Araby menghasilkan banyak karya. Menurut penelitian para ulama dan orientalis, Ibnu Araby mempunyai sedikitnya 560 kitab dalam berbgai disiplin ilmu keagamaan dan umum. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa risalah-risalah kecil Ibnu Araby mencapai 2000 judul. Diantara semua kitab-kitab yang dikarangnya, Futuhat al Makkiyah adalah merupakan karya terbesarnya, yang mana di dalamnya terdapat uraian tentang inti dari ajaran mistismenya. Ada juga Fushus al Hikam yang membahas tentang penyingkapan hikmah ketuhanan para nabi. Kitab tafsirnya yang terkenal adalah Tafsir al Kabir yang terdiri atas 90 jilid. Terdapat pula kitab yang berisi sekumpulan syair-syair cinta spiritual, yaitu Tarjumanul al Asywaq.





























BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ibnu Araby merupakan tokoh sufi yang  berorientasi pada filsafat (tasawuf falsafi). Menurutnya tarekat sufi dibangun di atas empat cabang, yaitu: Bawa’its, Dawa’i, Akhlaq, dan Hakikat-hakikat.
Ibnu Araby sangat dikenal dengan konsep Wahdatul Wujud-nya. Beliau lah mengajarkan bahwa tidak ada sesuatupun yang wujud kecuali Tuhan. Segala yang ada selain Tuhan adalah penampakan lahiriyah dariNya.
Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi, sebenarnya telah di capai dalam konsepsi Wahdatul Wujud sebagai karya piker mistik ibnu Araby. Sebelum ibnu Arab,  sudah muncul teori dari seorang sufi yakni penyaoir dari mesir ibnu Al-Faridh yang mengembangkan teori yang sama yaitu Wahda Asy-syuhud.
Tasawuf falsafi juga di kenal dengan nama tasawuf syi’I karena konsep-konsep tasawuf falsafi berkembang dari kaum syiah dan bermadzhabkan Mu’tazilah.
Konsep Wahdatul Wujud adalah bukan merupakan pantheisme. Pantheisme menganggap bahwa wujud Tuhan itu bersatu dengan wujud makhluk, sedangkan Wahdatul Wujud menganggap bahwa wujud Tuhan itu terpisah dari wujud makhluk
Konsep Wahdatul Wujud milik ibnu Arabi bukanlah suatu pemikiran yang menyesatkan pengikutnya.

Analisis Jurnal

            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah mulai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa hal baru yang dianggap menjadi sorotan penting mengenai metode dan alat yang dapat mendukung ilmu pengetahuan saat ini. Salah satunya adalah bioteknologi yang mulai berkembang dalam ruang lingkup ilmu sains. Bioteknologi mulai berkembang sejak adanya penemuan baru dalam rekayasa genetika, dan alat-alat modern yang secara langsung menunjang hal tersebut. Dalam hal ini akan dikaji beberapa jurnal yang membahas hal tersebut.
            Berkembangnya teknologi rekombinan DNA telah membuka peluang untuk menciptakan tanaman tahan hama melalui rekayasa genetika. Teknologi ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi konvensional, yaitu: 1). Dapat memperluas pengadaan sumber gen resisten. 2). Dapat memindahkan gen spesifik ke bagian yang spesifik pula pada tanaman; 3) Dapat menelusuri stabilitas gen yang diintroduksikan ke tanaman dalam setiap generasi tanaman; 4) memungkinkan mengintroduksi beberapa gen tertentu dalam satu event transformasi 5) dapat menelusuri dan mempelajari perilaku gen yang diintroduksi dalam lingkungan tertentu, dan lain-lain.
            Menurut Amirhusin (2004), Beberapa teknik yang digunakan dalam perakitan tanaman transgenic adalah menggunakan teknik transformasi yang dikenal adalah elektroforesis, gene-gene, dan dengan mempergunakan bakteri Agrobakterium. Sel atau jaringan yang telah tertransformasi dipisahkan dari jaringan yang tidak tertransformasi untuk menghindarkan terjadinya jaringan yang dichotume.
            Konfirmasi keberadaan transgen serta kestabilannya. Konfirmasi keberadaan dan integrasi transgen ini dilakukan dengan teknik  polymerase chain reaction (PCR) dan Southern-blot. PCR berperan dalam menginformasikan ada atau tidaknya sekuen transgen sesuai dengan primer yang dipakai. Selain itu, Analisis dapat dilakukan dengan dot-blot (ELISA) maupun Western-blot (Amirhusin, 2004). Berbagai maetode tersebut dikembalikan pada tujuan dari penelitian yang akan digunakan.
            Jurnal diatas menunjukan beberapa metode yang bisa digunakan dalam membantu pengembangan bioteknologi yang ada. Adanya beberapa metode yang dikembangkan itulah yang menjadikan ilmu bioteknologi bisa diterapkan dalam berbagai hal yang di inginkan. Hal tersebut didukung oleh jurnal yang juga dilakukan dalam penelitian dan upaya pengembanagn tanaman transgenic.
Dalam upaya perbaikan tanaman transgenic, akan dilakukan teknik penyilangan antara tanaman transgenik dan galur elit untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan hama. Selain itu, untuk mendapatkan jenis tanaman yang mempunyai sifat agronomi. Maka dari itu, untuk memanfaatkan perkembangan teknologi digunakan teknik molekuler guna dengan menyeleksi keturunan dari tanaman transgenik, Seperti seleksi restriction fragment length polymorphism (RFLP), dan random amplified polymorphic DNA-PCR (RAPD-PCR). Adanya pemuliaan diharapkan agar mendapatkan tanaman transgenik yang mampu bersaing dengan tanaman nontransgenik. (Amirhusin,2004).
Salah satu contoh tanaman transgenic adalah tanaman kapas. Dalam metode pembuatanya dimulai dengan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan pengambilan pada titik Sembilan yang akan dihomogenkan . setelah itu dilakukan dengan ekstraksi DNA yang menggunakan ULTRA cleantm  soil DNA isolation kit untuk di amplifikasi sebanyak 1 ml sebagai bahan isolat yang akan dimasukan ke dalam tabung PCR. Setelah dilaukan dengan metode PCR, hasil gen yang di dapatkan akan di klon ke dalam plasmid untuk ditransformasikan ke dalam E.coli. Hasil koloni yang di dapatkan akan diambil sampelnya secara acak untuk diamplifikasi dengan PCR. Hasil dari PCR akan dilakukan pemotongan menggunakan enzim restiksi. Pemotongan ini dilakukan untuk membuat spesifikasi terhadap tanaman hasil transgenic dan tanaman non transgenic (Yusuf, 2002).
Berdasarkan hasil Isolasi DNA genomik telah berhasil diisolasi dari empat galur kapang yaitu M. sitophila, R. oryzae, R. microsporus, dan A. corymbifera. DNA hasil isolasi. Rasio serapan A260/280 ≥ 1,80 menunjukkan bahwa DNA murni dari protein sedangkan rasio A260/230 ≥ 1,00 menunjukkan bahwa DNA murni dari polisakarida (Molleret al., 1992; Cote et al., 2004). Keempat DNA kapang tersebut memiliki rasio A260/230 diatas satu yang menunjukkan bahwa DNA telah berhasil dimurnikan dari polisakarida. Prosedur ini memiliki tingkat konsistensi yang tinggi, sehingga percobaan ulangan selalu memberikan hasil isolasi yang konsisten (Putranto, 2006). Hasil dari isolasi yang di dapatkan akan diambil sampel sesuai dengan sampel yang diinginkan, sehingga dalam pengambilan sampel tersebut perlu teknik khusus sebagaimana kemurnian DNA yang di inginkan agar tidak tercampur dengan materi genetik yang lainya.
Tahap isolasi maupun ampikasi dipakai sesuai kebuthan dan tujuan diadakanya isolasi ataupun ampifikasi. Tahap pembacaan DNA adalah dengan cara ampifikasi. Teknik ini digunakan untuk pembacaan setelah diadakan isolasi. Biasanya Amplifikasi menggunakan metode PCR. Menurut (Putranto, 2006), Amplifikasi DNA keempat galur  kapang diuji dengan pasangan primer RLP hanya menghasilkan fragmen DNA pada  DNA R. oryzae dan A. corymbifera (Gambar 3.). Sekuensing kedua amplikon  R. oryzae  dan A. corymbifera telah berhasil dilakukan.  Sekuen protein selanjutnya disebut AcLIP dan RoLIP. Hasil analisis BLASTx menunjukkan bahwa kedua protein tersebut memiliki homologi tinggi.
Pada umumnya ampifikasi menggunakan PCR adalah dengan ketentuan suhu yang dijelaskan Menurut purwoko (2002), Kondisi reaksi amplifikasi PCR untuk gen hormone pertumbuhan adalah sebagai berikut: satu tahap reaksi denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti dengan 30 siklus amplifikasi yang masing-masing terdiri dari: (i) denaturation pada suhu 94oC selama 45 detik, (ii) annealing pada suhu 60oC selama 45 detik, dan (iii) extension pada suhu 72oC selama 1 menit; diikuti dengan satu tahap polimerasi final pada suhu 72oC selama 5 menit. Hasil dari amplifikasi dengan menggunakan reaksi PCR langsung digunakan dalam reaksi digesti dengan menggunakan enzim restriksi. Fragmen dari gen hormon pertumbuhan lokus-2 gen hormon pertumbuhan hasil amplifikasi didigesti dengan menggunakan enzim MspI untuk mengidentifikasi situs polimorfisme MspI.
Tahapan kedua dalam mengidentifikasi polimorfisme dilakukan melalui reaksi PCR. Reaksi ini merupakan suatu metode in vitro yang berfungsi mengamplifikasi urutan DNA dari suatu kompleks DNA melalui suatu reaksi enzimatik sederhana. Urutan DNA yang diamplifikasi dengan teknik PCR adalah urutan DNA yang terletak di antara 2 bagian yang telah diketahui urutannya yang disebut sebagai primer. Adapun prinsip kerja dari PCR adalah melakukan denaturasi dari DNA template dengan memanaskan pada suhu tertentu sehingga terjadi DNA rantai tunggal, kemudian dilakukan pendinginan sampai mencapai suhu yang memungkinkan primer menempel pada tempat yang sesuai pada cetakan DNA. Selanjutnya dengan adanya enzim DNA polimerase, primer akan memanjangkan rantainya sehingga akan terbentuk DNA rantai ganda kembali. Siklus denaturasi, annealing dan extension rantai ini diulang beberapa kali sampai akhirnya tercapai sejumlah besar DNA yang diinginkan (purwoko, 2002).
Berdasarkan dari beberapa jurnal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu metode pengembangan bioteknologi adalah dengan tahap-tahap sepertihalnya isolasi DNA, isolasi DNA ini dilakukan berdasarkan tujuan dari sel atau organisme apa yang digunakan sebagai sampel untuk digunakan sebagai isolasi. Selanjutnya, dilakukan amplifikasi yang mana pembacaan menggunakan PCR dengan membuat cetakan yang akan diperbanyak sesuai dengan tujuan dan kebutuhan. Berbagai metode yang sudah berkembang inilah adanya bioteknologi akan semakin berkembang. Untuk itu diperlukan metode khusus dan keahlian yang dapat  menunjang pemanfaatan bioteknologi.




















Daftar Pustaka

Amirhusin, Bahagiawati. 2004. Perakitan tanaman transgenic Tahan hama.
Bogor: Jurnal Litbang Pertanian, 23(1),
Purwoko, Agus. 2003. Polimorfisme dna pada lokus-2 gen hormon pertumbuhan
sapi madura “dna polymorphism at locus-2 of growth hormone gene of
madura cattle. Surakarta: b i o d i v e r s i t a s volume 4, nomor 1
Putranto, Riza a. 2006.  Karakterisasi gen penyandi lipase dari  Kapang rhizopus
oryzae dan Absidia corymbifera. Bogor : Menara Perkebunan, 2006, 74(1), 23-32.
Yusuf, Muhammad. 2002. Keragaman Genetika Bakteri tanah dari Rizosfer
Kapas Transgenik dan Nontransgenik di Soppeng, Sulawesi Selatan. Makasar: Jurnal Mikrobiologi Indonesia.

paragraf dan wacana


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Selama ini dalam membuat suatu paragraf sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Dalam membuat suatu paragraf kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah paragraf. Paragraf yang akan dibuat harus dapat mempunyai kepaduan antara paragraf yang lain. Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan kalimat secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan pengait antar kalimat. Disini kita di tuntut agar mampu membuat suatu paragraf  dengan baik dan benar sesuai dengan kaedahnya.
Wacana merupakan unsur kebebasan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dalam pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan beberapa alat (piranti) yang cukup banyak. Oleh karena itu kajian tentang wacana menjadi “wajib” ada dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya tidak lain, untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pemahaman kita tentang paragraf dan wacana serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian paragraf
2.      Untuk mengetahui jenis paragraf
3.      Untuk mengetahui syarat pembuatan paragraf
4.      Untuk mengetahui pengait paragraf
5.      Untuk mengetahui pengertian wacana
6.      Untuk mengetahui jenis wacana
7.      Untuk mengetahui pengertian konteks wacana

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 .Paragraf
1.      Pengertian Paragraf
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas, sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sebuah karangan yang paling pendek (singkat). Dengan adanya paragraf, kita dapat membedakan di mana suatu gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kepayahan membaca tulisan atau buku, kalau tidak ada paragraf, karena kita seolah-olah dicambuk untuk membaca terus menerus sampai selesai. Kitapun susah memusatkan pikiran pada satu gagasan ke gagasan lain. Dengan adanya paragraf kita dapat berhenti sebentar sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang gagasan yang terkandung dalam paragraf itu.
2.      Jenis Paragraf
Paragraf dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:.
1.Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
beberapa penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut:
(a) Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.
(b) Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup.
Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Oleh Sebab itu dalam membentuk paragraf-paragraf penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis.
Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
(c) Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.
Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.
2.Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini antara lain:
(a) Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.
Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
(b) Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
(c) Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
(d) Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.
Contoh paragraf tanpa kalimat utama:Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya.
Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf di atas, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut.
3.      Syarat-Syarat Paragraf
Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.
(a)   Kesatuan Paragraf
Dalam sebuah paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun kalimat yang menyimpang dari ide pokok paragraf itu. Kalau ada kalimat yang menyimpang dari pokok pikiran paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang itu harus dikeluarkan dari paragraf.
Contoh: Jateng sukses, Kata-kata ini meluncur gembira dari pelatih regu Jateng setelah selesai pertandingan final Kejurnas TinjuAmatir, Minggu malam, di Gedung Olahraga Jateng, Semarang. Kota Semarang terdapat di pantai utara Pulau Jawa, ibu kota Propinsi Jateng. Pernyataan itu dianggap wajar karena yang diimpi-impikan selama ini dapat terwujud, yaitu satu medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu. Hal itu ditambah lagi oleh pilihan petinju terbaik yang jatuh ke tangan Jateng. Hasil yang diperoleh itu adalah prestasi paling tinggi yang pemah diraih oleh Jateng dalam arena seperti itu.
Dalam paragraf itu kalimat ketiga tidak menunjukkan keutuhan paragraf. Oleh sebab itu, kalimat tersebut harus dikeluarkan dari paragraf.
b) Kepaduan Paragraf
Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengait kalimat. Urutan yang logis akan terlihat dalam susunan kalimat-kalimat dalam paragraf itu. Dalam paragraf itu tidak ada kalimat yang sumbang atau keluar dari permasalahan yang dibicarakan.


4.      Pengait Paragraf
Agar paragraf menjadi padu digunakan pengait paragraf, berupa :
1.Ungkapan penghubung transisi,
2. Kata ganti, atau
3. Kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan).
Ungkapan pengait antar kalimat dapat berupa penghubung/transisi, yaitu :
Beberapa Kata Transisi
1. Hubungan tambahan : lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di   samping itu, lalu,berikutnya,demikian pula, begitu juga, di samping itu, lagi pula.
2. Hubungan pertentangan : akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian,sebaliknya, meskipun begitu, lain halnya.
3. Hubungan perbandingan : sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan Itu.
4. Hubungan akibat : oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh sebab itu.
5. Hubungan tujuan :: untuk itu, untuk maksud itu
6. Hubungan singkatan : singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain,Sebagai simpulan.
7. Hubungan waktu : sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian
8. Hubungan tempat : berdekatan dengan itu


B. Wacana
1. Pengertian Wacana
Wacana merupakan unsur kebebasan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dalam pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan beberapa alat (piranti) yang cukup banyak. Oleh karena itu kajian tentang wacana menjadi “wajib” ada dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya tidak lain, untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar.
Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada pemahaman bahwa wacana adalah: (1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu kesatuan. (2) keseluruhan tutur. Dalam hal ini, digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna (semantik) yang didukung wacana.
Dari serangkaian penjelasan diatas dapat diketahui wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Pemahaman ini memacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan keserasihan hubungan unsur-unsur dalam wacana sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide.
2. Jenis Wacana
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Berikut penjelasan dari bagian-bagian diatas:


1.      Realitas Wacana
Realita wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau  language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya, nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian non bahasa (yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna(bahasa isyarat)).
2.      Media Komunikasi Wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis.
3.      Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi wacana naratif, prosedural, hortatori, ekspositori dan deskriptif.
Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakanatau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan (personal I atau III).
Wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis.
Wacana hartatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasehat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan.
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari suatu pandangan. Pada umumnya , ceramah, pidato atau artikel majalah dan surat kabar termasuk wacana ekspositori.
Wacana deskriptif  berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturannya.
4.      Jenis Pemakaian Wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog dan polilog. Wacana monolog merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang berkepentingan. Jenis wacana ini berupa bacaan, cerita dan lain-lain.
Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak, terdapat pada konversasi. Wacana dialog ini berupa pembicaraan telepon, tanya jawab, wawancara, teks drama, film.
Wacana polilog melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konversesi. Partisipan konversesi lebih dari dua orang penutur.
3. Konteks Wacana
            1. Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog).
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
2. Macam-macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif.
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.
3. Manfaat konteks
Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana:
a.       Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.
b.      Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.
c.       Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.





BAB III
PENUTUP
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut. Atau dapat dikatakan Karangan yang pendek / singkat yang berisi sebuah pikiran dan didukung himpunan kalimat yang saling berhubungan untuk membentuk satu gagasan disebut paragraph / alinea.
Paragraf dibagi menjadi dua jenis yaitu paragraf  berdasarkan sifat dan tujuannya serta jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya. Suatu kalimat dapat disebut paragraf jika telah memenuhi syarat paragraf yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf. Agar paragraf menjadi padu maka perlu ada pengait paragraf, yang dimaksud pengait paragraf ini adalah kata hubung untuk memadukan paragraf.
Wacana  adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Wacana dibagi menjadi beberapa jenis yaitu dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian.
Dalam wacana terdapat suatu konteks wacana. Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Ada dua macam konteks wacana yang harus diperhatikan yaitu  konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Salah satu manfaat adanya konteks wacana ini adalah untuk  menentukan maksud tuturan yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana.










DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S.Amran. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia..Jakarta: Akademi Pressindo
Djajasudarman, T. Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Eresco