BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama ini dalam membuat suatu paragraf sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Dalam membuat suatu paragraf kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah paragraf. Paragraf yang akan dibuat harus dapat mempunyai kepaduan antara paragraf yang lain. Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan kalimat secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan pengait antar kalimat. Disini kita di tuntut agar mampu membuat suatu paragraf dengan baik dan benar sesuai dengan kaedahnya.
Wacana merupakan unsur kebebasan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dalam pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan beberapa alat (piranti) yang cukup banyak. Oleh karena itu kajian tentang wacana menjadi “wajib” ada dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya tidak lain, untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pemahaman kita tentang paragraf dan wacana serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian paragraf
2. Untuk mengetahui jenis paragraf
3. Untuk mengetahui syarat pembuatan paragraf
4. Untuk mengetahui pengait paragraf
5. Untuk mengetahui pengertian wacana
6. Untuk mengetahui jenis wacana
7. Untuk mengetahui pengertian konteks wacana
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 .Paragraf
1. Pengertian Paragraf
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas, sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sebuah karangan yang paling pendek (singkat). Dengan adanya paragraf, kita dapat membedakan di mana suatu gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kepayahan membaca tulisan atau buku, kalau tidak ada paragraf, karena kita seolah-olah dicambuk untuk membaca terus menerus sampai selesai. Kitapun susah memusatkan pikiran pada satu gagasan ke gagasan lain. Dengan adanya paragraf kita dapat berhenti sebentar sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang gagasan yang terkandung dalam paragraf itu.
2. Jenis Paragraf
Paragraf dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:.
1.Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
beberapa penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut:
(a) Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.
(b) Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup.
Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Oleh Sebab itu dalam membentuk paragraf-paragraf penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis.
Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
(c) Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.
Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.
2.Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini antara lain:
(a) Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.
Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
(b) Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
(c) Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
(d) Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.
Contoh paragraf tanpa kalimat utama:Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya.
Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf di atas, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut.
3. Syarat-Syarat Paragraf
Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.
(a) Kesatuan Paragraf
Dalam sebuah paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun kalimat yang menyimpang dari ide pokok paragraf itu. Kalau ada kalimat yang menyimpang dari pokok pikiran paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang itu harus dikeluarkan dari paragraf.
Contoh: Jateng sukses, Kata-kata ini meluncur gembira dari pelatih regu Jateng setelah selesai pertandingan final Kejurnas TinjuAmatir, Minggu malam, di Gedung Olahraga Jateng, Semarang. Kota Semarang terdapat di pantai utara Pulau Jawa, ibu kota Propinsi Jateng. Pernyataan itu dianggap wajar karena yang diimpi-impikan selama ini dapat terwujud, yaitu satu medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu. Hal itu ditambah lagi oleh pilihan petinju terbaik yang jatuh ke tangan Jateng. Hasil yang diperoleh itu adalah prestasi paling tinggi yang pemah diraih oleh Jateng dalam arena seperti itu.
Dalam paragraf itu kalimat ketiga tidak menunjukkan keutuhan paragraf. Oleh sebab itu, kalimat tersebut harus dikeluarkan dari paragraf.
b) Kepaduan Paragraf
Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengait kalimat. Urutan yang logis akan terlihat dalam susunan kalimat-kalimat dalam paragraf itu. Dalam paragraf itu tidak ada kalimat yang sumbang atau keluar dari permasalahan yang dibicarakan.
4. Pengait Paragraf
Agar paragraf menjadi padu digunakan pengait paragraf, berupa :
1.Ungkapan penghubung transisi,
2. Kata ganti, atau
3. Kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan).
Ungkapan pengait antar kalimat dapat berupa penghubung/transisi, yaitu :
Beberapa Kata Transisi
1. Hubungan tambahan : lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di samping itu, lalu,berikutnya,demikian pula, begitu juga, di samping itu, lagi pula.
2. Hubungan pertentangan : akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian,sebaliknya, meskipun begitu, lain halnya.
3. Hubungan perbandingan : sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan Itu.
4. Hubungan akibat : oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh sebab itu.
5. Hubungan tujuan :: untuk itu, untuk maksud itu
6. Hubungan singkatan : singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain,Sebagai simpulan.
7. Hubungan waktu : sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian
8. Hubungan tempat : berdekatan dengan itu
B. Wacana
1. Pengertian Wacana
Wacana merupakan unsur kebebasan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dalam pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan beberapa alat (piranti) yang cukup banyak. Oleh karena itu kajian tentang wacana menjadi “wajib” ada dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya tidak lain, untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar.
Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada pemahaman bahwa wacana adalah: (1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu kesatuan. (2) keseluruhan tutur. Dalam hal ini, digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna (semantik) yang didukung wacana.
Dari serangkaian penjelasan diatas dapat diketahui wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Pemahaman ini memacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan keserasihan hubungan unsur-unsur dalam wacana sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide.
2. Jenis Wacana
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Berikut penjelasan dari bagian-bagian diatas:
1. Realitas Wacana
Realita wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya, nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian non bahasa (yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna(bahasa isyarat)).
2. Media Komunikasi Wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis.
3. Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi wacana naratif, prosedural, hortatori, ekspositori dan deskriptif.
Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakanatau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan (personal I atau III).
Wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis.
Wacana hartatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasehat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan.
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari suatu pandangan. Pada umumnya , ceramah, pidato atau artikel majalah dan surat kabar termasuk wacana ekspositori.
Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturannya.
4. Jenis Pemakaian Wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog dan polilog. Wacana monolog merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang berkepentingan. Jenis wacana ini berupa bacaan, cerita dan lain-lain.
Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak, terdapat pada konversasi. Wacana dialog ini berupa pembicaraan telepon, tanya jawab, wawancara, teks drama, film.
Wacana polilog melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konversesi. Partisipan konversesi lebih dari dua orang penutur.
3. Konteks Wacana
1. Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog).
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. 2. Macam-macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif.
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana. Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. 3. Manfaat konteks
Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana:
a. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik. b. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana. c. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.
BAB III
PENUTUP
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut. Atau dapat dikatakan Karangan yang pendek / singkat yang berisi sebuah pikiran dan didukung himpunan kalimat yang saling berhubungan untuk membentuk satu gagasan disebut paragraph / alinea.
Paragraf dibagi menjadi dua jenis yaitu paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya serta jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya. Suatu kalimat dapat disebut paragraf jika telah memenuhi syarat paragraf yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf. Agar paragraf menjadi padu maka perlu ada pengait paragraf, yang dimaksud pengait paragraf ini adalah kata hubung untuk memadukan paragraf.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Wacana dibagi menjadi beberapa jenis yaitu dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian.
Dalam wacana terdapat suatu konteks wacana. Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Ada dua macam konteks wacana yang harus diperhatikan yaitu konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Salah satu manfaat adanya konteks wacana ini adalah untuk menentukan maksud tuturan yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S.Amran. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia..Jakarta: Akademi Pressindo
Djajasudarman, T. Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Eresco